|
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang
bersumber dari kehidupan sosial masyarakat yang diseleksi menggunakan
konsep-konsep ilmu sosial yang digunakan untuk kepentingan pembelajaran.
Keadaan sosial masyarakat selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu,
dinamisasi kemajuan diberbagai bidang kehidupan harus dapat ditangkap dan
diperhatikan oleh lembaga pendidikan yang kemudian menjadi bahan materi
pembelajaran, sehingga bahan pelajaran secara formal dapat dituangkan dalam
bentuk kurikulum.
Kurikulum IPS yang dikembangkan hendaknya memiliki
landasan filosofis yang jelas, landasan filosofis yang digunakan haruslah
melihat kondisi nyata yang terjadi di masyarakat. Kondisi masyarakat yang
terjadi saat ini adalah masyarakat yang senantiasa mengalami
perubahan-perubahan yang disebabkan adanya interaksi sosial baik antar individu
nmaupum kelompok. Dalam mencermati perubahan tersebut, maka kurikulum harus
memiliki landasan filosofis humanistik, dimana Ilmu Pengetahuan Sosial
menjunjung tinggi sifat-sifat dasar kemanusiaan.
Perkembangan istilah atau nama Social Studies
pertama kali dimasukan secara resmi kedalam kurikulum sekolah
Rugby di Inggris pada tahun 1827, Dr. Thomas Arnold direktur
sekolah tersebut adalah orang pertama yang
berjasa memasukan Social Studies kedalam kurikulum
sekolah. Latar belakang dimasukannya social
|
Social studies dalam istilah Indonesia disebut Pendidikan IPS
(Ilmu Pengetahuan Sosial), dalam proses eksistensinya terdapat dalam “The
National Herbart Society papers of 1896 – 1897” menegaskan, bahwa
social studies sebagai delimiting the social sciences for
pedagogical use (upaya membatasi ilmu-ilmu sosial untuk kepentingan
pedagogik / mendidik). Dengan hadirnya social studies masuk pada
kurikulum di sekolah, ada juga di beberapa negara bagian di Amerika Serikat dan
di Inggris untuk mengembangkan program pendidikan ilmu-ilmu sosial di tingkat
sekolah. Pengertian ini juga dipakai sebagai dasar dalam dokumen “Statement
of the Chairman of Commite on Social Studies” yang dikeluarkan oleh Comittee
on Social Studies (CSS) tahun 1913.
Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa social studies sebagai specific
field to utilization of social sciences data as a force in the
improvement of human welfare (bidang khusus dalam pemanfaatan data
ilmu-ilmu sosial sebagai tenaga dalam memperbaiki kesejahteraan umat manusia).
Upaya untuk melestarikan program social studies dalam kurikulum
sekolah, maka beberapa pakar yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan
ilmu-ilmu sosial di tingkat sekolah mengembangkan social studies bisa
diaplikasikan di tingkat sekolah dengan membentuk organisasi profesi social
studies, akhirnya pada tahun 1921 berdirilah “National Council for the
Social Studies “ atau disingkat ( NCSS ), sebuah organisasi
professional yang secara khusus membina dan mengembangkan social
studies pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, serta
kaitannya dengan disiplin ilmu – ilmu sosial dan disiplin
ilmu pendidikan sebagai program pendidikan syntectic. (http
://haslindafadillah,blogspot.com/2010/11/makalah-pendidikan-ips.html (27 Sept
2011) diakses jam 20.44.wita.)
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang masalah di atas, maka
diuraikan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana perkembangan Pendidikan
IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) dalam kurikulum pendidikan di Indonesia?
2.
Landasan filosofis apa saja yang
dipakai di Indonesia sebagai konsep dasar pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial) dapat dijadikan konsep kurikulum di tingkat jenjang persekolahan
di Indonesia ?
3.
Bagaimana upaya pembaharuan pendidikan IPS di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui perkembangan pendidikan IPS
dalam kurikulum pendidikan di Indonesia
2. Untuk mengetahui landasan filosofis yang
dipakai di Indonesia sebagai dasar konsep pendidikan IPS.
3. Untuk mengetahui upaya pembaharuan
pendidikan IPS di Indonesia
D.
Sistematika Penulisan
BAB I : Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Pembuatan Makalah dan Sistematika Penulisan
BAB II : Perkembangan Kurikulum dan pendidikan IPS di Indonesia, Sejarah
Perkembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia Landasan Filosofis
Pendidikan Ips Dalam Kurikulum Pendidikan Di Indonesia, dan Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia.
BAB III.
Penutup : Kesimpulan dan saran
|
PEMBAHASAN
A. PERKEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN IPS DI INDONESIA
IPS
merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri,
sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin
ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri. 2001:89).
Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies
(NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”.
Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari
sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum,
sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.
Dalam
bidang pengetahuan sosial, ada banyak istilah. Istilah tersebut meliputi : Ilmu Sosial (Social Sciences), Studi Sosial
(Social Studies) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
1. Ilmu Sosial
(Social Science)
Achmad Sanusi memberikan
batasan tentang Ilmu Sosial (Saidihardjo,1996.h.2) adalah sebagai berikut:
“Ilmu Sosial terdiri disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial yang bertarap
akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat perguruan tinggi, makin lanjut
makin ilmiah”.
Menurut Gross (Kosasih
Djahiri,1981.h.1), Ilmu Sosial merupakan disiplin intelektual yang mempelajari
manusia sebagai makluk sosial secara ilmiah, memusatkan pada manusia sebagai
anggota masyarakat dan pada kelompok atau masyarakat yang ia bentuk.
|
2. Studi Sosial (Social
Studies).
Perbeda dengan Ilmu Sosial,
Studi Sosial bukan merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis,
melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala dan masalah
social. Tentang Studi Sosial ini, Achmad Sanusi (1971:18) memberi penjelasan
sebagai berikut : Sudi Sosial tidak selalu bertaraf akademis-universitas,
bahkan merupakan bahan-bahan pelajaran bagi siswa sejak pendidikan dasar.
3. Pengetahuan Sosial (IPS)
Harus diakui bahwa ide IPS
berasal dari literatur pendidikan Amerika Serikat. Nama asli IPS di Amerika
Serikat adalah “Social Studies”. Istilah tersebut pertama kali dipergunakan
sebagai nama sebuah komite yaitu “Committee of Social Studies” yang didirikan
pada tahun 1913. Tujuan dari pendirian lembaga itu adalah sebagai wadah
himpunan tenaga ahli yang berminat pada kurikulum Ilmu-ilmu Sosial di tingkat
sekolah dan ahli-ahli Ilmu-ilmu Sosial yang mempunyai minat sama.
Definisi IPS menurut
National Council for Social Studies (NCSS), mendifisikan IPS sebagai berikut:
social studies is the integrated study of the science and humanities to promote
civic competence. Whitin the school program, socisl studies provides
coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology,
economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities,
mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to
help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions
for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in
an interdependent world.
Pada dasarnya Mulyono Tj.
(1980:8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdsipliner
(Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan
integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi
budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan
sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS
merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah
mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi,
politik.
B. Sejarah
Perkembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia
Latar belakang
dimasukkannya bidang studi IPS ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia sangat
berbeda dengan di Inggris dan Amerika Serikat. Pertumbuhan IPS di Indonesia
tidak terlepas dari situasi kacau, termasuk dalam bidang pendidikan, sebagai
akibat pemberontakan G30S/PKI, yang akhirnya dapat ditumpas oleh Pemerintahan
Orde Baru. Setelah keadaan tenang pemerintah melancarkan Rencana Pembangunan
Lima Tahun (Repelita). Pada masa Repelita I (1969-1974) Tim Peneliti Nasional
di bidang pendidikan menemukan lima masalah nasional dalam bidang pendidikan.
Kelima masalah tersebut antara lain:
1. Kuantitas,
berkenaan dengan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar.
2. Kualitas,
menyangkut peningkatan mutu lulusan
3. Relevansi,
berkaitan dengan kesesuaian sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan.
4. Efektifitas
sistem pendidikan dan efisiensi penggunaan sumber daya dan dana.
5. Pembinaan
generasi muda dalam rangka menyiapkan tenaga produktif bagi kepentingan
pembangunan nasional.
Pada tahun 2004, pemerintah
melakukan perubahan kurikulum kembali yangn dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Dalam kurikulum SD, IPS berganti nama menjadi Pengetahuan
Sosial. Pengembangan kurikulum Pengetahuan Sosial merespon secara positif
berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan
keadaan dan kebutuhan setempat.
1. Rasional
Mempelajari IPS.
Rasionalisasi mempelajari
IPS untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa dapat:
a. Mensistematisasikan
bahan, informasi, dan atau kemampuan yang telah dimiliki tentang manusia dan
lingkungannya menjadi lebih bermakna.
b. Lebih peka
dan tanggap terhadap berbagai masalah sosial secara rasional dan bertanggung
jawab.
c. Mempertinggi
rasa toleransi dan persaudaraan di lingkungan sendiri dan antar manusia.
IPS atau disebut
Pengetahuan Sosial pada kurikulum 2004, merupakan satu mata pelajaran yang
diberikan sejak SD dan MI sampai SMP dan MTs. Untuk jenjang SD dan MI
Pengetahuan Sosial memuat materi Pengetahuan Sosial dan Kewarganegaraan.
Pada haikatnya, pengetahuan
Sosial sebabagi suatu mata pelajaran yang menjadi wahana dan alat untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan, antara lain:
1. Siapa
diri saya?
2. Pada
masyarakat apa saya berada?
3. Persyaratan-persyaratan
apa yang diperlukan diri saya untuk menjadi anggota suatu kelompok masyarakat
dan bangsa?
4. Apa
artinya menjadi anggota masyarakat bangsa dan dunia?
5. Bagaimanakah
kehidupan manusia dan masyarakat berubah dari waktu ke waktu?
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut harus dijawab oleh setiap siswa, dan jawabannya telah dirancang dalam
Pengetahuan sosial secara sistematis dan komprehensip. Dengan demikian,
Pengetahuan Sosial diperlukan bagi keberhasilan siswa dalam kehidupan di masyarakat
dan proses menuju kedewasaan.
2. Kompetensi yang harus dimiliki
siswa dari IPS
a. Memperoleh
suatu pemahaman dan apresiasi dasar tentang Tradisi dan nilai Amerika
berdasarkan pada pengetahuan sejarah dan pengembangan dan berfungsinya sistem
pemerintah konstitusional Amerika
b. Mengembangkan
keterampilan berpikir kritis yang memungkinkan mereka melaksanakan fungsi
pembelajaran sepanjang hayat dan menguji serta mengevaluasi isu penting untuk
seluruh Amerika.
c. Memperoleh
literacy dasar di dalam disiplin inti social studies dan memiliki
pemahaman yang dasar yang diperlukan untuk menerapkan pengetahuan ini untuk
hidup mereka sebagai warga negara.
d. Memahami
sejarah dunia sebagai konteks untuk sejarah amerika serikat dan sebagai record/
catatan kultur dan peradaban yang besar masa lalu dan sekarang
e. Berpartisipasi
dalam aktivitas yang meningkatkan kebaikan umum dan meningkatkan kesejahteraan
umum
C. LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN
IPS DALAM KURIKULUM
PENDIDIKAN DI INDONESIA
Bangsa Indonesia dilihat dari latar belakang etnik atau kesukuan
merupakan sebaran suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Indonesia dengan
disatukan sebagai bangsa yang mempunyai latar belakang keaneka ragaman bahasa
daerah, budaya dan kearifan lokal yang dimiliki masing-masing etnik. Secara
keseluruhan bangsa Indonesia saat ini dikenal sebagai bangsa yang majemuk atau
heterogenitas multi etnik yang merupakan bagaian dari masyarakat yang
pluralistik.
Dengan kemajemukan masyarakat tersebut pendidikan dan pengajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) memiliki peran yang strategis baik ditinjau dari segi
akademik maupun kepentingan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dilihat dari
sisi akademik pendidikan dan pengajaran IPS dapat membekali anak didik atau
siswa pada pemahaman konsep-konsep dasar ilmu –ilmu sosial sebagai basis dari
pendidikan dan pengajaran IPS di jenjang lembaga pendidikan atau persekolahan.
Pendidikan dan pengajaran IPS di Indonesia sudah mendapatkan landasan
hukum yang kuat sebagaimana tertuang pada Bab III Pasal 2 UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang
menegaskan bahwa : ” Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdasakan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab”.
Dengan dasar tersebut diatas pada kurikulum pendidikan dan pengajaran
dibawah naungan Pendidikan Nasional terdapat kebijakan kurikulum mata pelajaran
IPS , misalnya Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi satuan
Pendidikan dasar dan Menengah, sedangkan untuk lembaga pendidikan tinggi
melalui surat Dirjen Dikti Nomor 30/DIKTI/KEP/2003, telah ditetapkan
rambu-rambu pelaksanaan kelompok mata kuliah berkehidupan bermasyarakat di
Pergurtuan Tinggi.
Untuk Pendidikan dan Pengajaran IPS pada satuan Pendidikan Dasar (SD/MI
dan SMP/Mts) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, termasuk
didalamnya kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, pengajaran
pada satuan pendidikan IPS diberikan secara terpadu. Pada tingkat SMA/MA
pelajaran IPS bermuatan akademis dan masuk pada kelompok mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi.
- Kajian Teoritis Landasan Filosofis Kurikulum Pendidikan IPS
Pengembangan suatu kurikulum haruslah memiliki landasan filosofis,
dimaksudkan agar memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam implimentasinya.
Filsafat pendidikan mengandung suatu nilai-nilai atau cita-cita masyarakat,
berdasarkan cita-cita tersebut terdapat sebuah landasan, yang tidak lain mau
dibawa kemana arah pendidikan anak didik tersebut. Dengan kata lain filsafat
pendidikan merupakan pandangan hidup masyarakat.
Filsafat pendidikan menjadi landasan untuk merancang tujuan pendidikan,
prinsif – prinsif pembelajaran, serta perangkat pengalaman belajar yang
bersifat mendidik. Filsafat pendidikan dipengaruhi oleh dua hal pokok (1)
Cita-cita masyarakat dan (2) kebutuhan peserta didik yang hidup dalam
masyarakat. Nilai-nilai filsafat Pendidikan harus dilaksanakan dalam prilaku
kehidupan sehari-hari. Dari sekian banyak alternatif landasan utama dalam
mengembangkan kurikulum pendidikan salah satunya adalah Landasan Filosofis.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan
Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan
Kurikulum Mata Pelajaran IPS” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut :
a.
Esensialisme
Esensialisme;
adalah aliran yang menggariskan bahwa kurikulum harus menekankan pada
penguasaan ilmu. Aliran ini berpandangan bahwa, pendidikan pada dasarnya adalah
pendidikan keilmuan. Kurikulum yang dikembangkan dalam aliran esensialisme
adalah kurikulum disiplin ilmu. Tujuan dari aliran esensialisme adalah
menciptakan intelektualisme. Proses belajar-mengajar yang dikembangkan
adalah siswa harus memiliki kemampuan penguasaan disiplin ilmu. Penerapan
pembelajaran ini lebih banyak berperan pada guru jika dibandingkan dari siswa.
Sekolah yang
baik dalam pandangan filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu
mengembangkan intelektualisme siswa. Implementasi mata pelajaran IPS
menurut aliran esensialisme akan lebih menekankan IPS pada aspek kognitif
(pengetahuan) jika dibandingkan dengan aspek afektif (sikap). Siswa belajar IPS
akan lebih berorientasi pada pemahaman konsep-konsep IPS daripada penerapan
materi yang ada pada IPS bagi kehidupan sehari-hari.
c.
Perenialsme
Perenialsme;
adalah aliran yang memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan
adalah kepemilikan atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai
yang abadi, serta tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran
Perenialisme kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan
pandangan-pandangan ini menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga
Negara yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh
Negara. Pandangan perenialisme lebih menekankan pada Transfer Budaya (transfer
of culture), seperti dalam Implementasinya pada kurikulum IPS yang
bertujuan pada pengembangan dan pembangunan jati diri bangsa peserta didik
dalam rangka menuju tercapainya integrasi bangsa. Aliran ini juga dikenal
menekankan pada kebenaran yang absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada ruang dan waktu, aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
d.
Progresivisme
Progresivisme;
adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang
praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang
disajikan oleh guru atau pendidik. Masalah tersebut biasanya ditemukan
berdasarkan pengalaman siswa. Pembelajaran yang harus dikembangkan oleh aliran
Progresivisme adalah memperhatikan kebutuhan individual yang dipengaruhi oleh
latar belakang sosial-budaya dan mendorong untuk berpartisipasi aktif sebagai
warga Negara dewasa, terlibat dalam pengambilan keputusan, dan memiliki
kemampuan dalam memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari. Implementasi IPS
dalam pandangan aliran filsafat Progresivisme adalah bagaimana mata pelajaran
IPS mampu membekali kepada siswa agar dapat memecahkan permasalahan-permasalahan
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-harinya, misalnya kemiskinan,
pengangguran, kebodohan, ketertinggalan, kenakalan remaja atau narkoba dan
lainnya.
e.
Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme;
adalah aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada
pencapaian tatanan demokrasi yang mendunia. Aliran filsafat ini menghendaki
agar setiap individu dan kelompok tanpa mengabaikan nilai-nilai masa lalu,
mampu mengembangkan pengetahuan, teori, atau pandangan tertentu yang paling relevan
dengan kepentingan mereka melalui pemberdayaan peserta didik dalam proses
pembelajaran guna memproduksipengetahuan baru. Dalam pandangan aliran filsafat
ini lebih menekankan agar siswa dalam pembelajaran mampu menemukan (inquiri),
penemuan yang bersifat informasi baru bagi siswa berdasarkan bacaan yang ia
lakukan. Pembelajaran lebih ditekankan pada proses bukan hasilnya. Aktivitas
siswa menjadi perioritas utama dalam berlangsungnya pembelajaran.
Dalam
implementasi pembelajaran IPS , misalnya siswa mempelajari fakta-fakta
disekelilingnya, berdasarkan fakta tersebut siswa menemukan definisi mengenai
sesuatu, tanpa harus didefinisikan terlebih dahulu oleh guru. Misalnya dalam
pelajaran ekonomi diperkenalkan adanya fakta orang-orang yang mekakukan kegiatan
jual – beli. Setelah melihat aktivitas orang-orang tersebut akhirnya siswa
menemukan definisi mengenai penjualan, pembelian, penawaran, pasar, uang dan
lainnya dalam aktivitas jual-beli. Dengan demikian guru tidak menjelaskan atau
membuat definisi, tetapi dari fakta-fakta tersebut siswalah yang aktif melihat
fakta dan dapat mendifinisikannya.
- Landasan Filosofis Guru IPS dalam Perubahan Zaman
Perkembangan zaman menuntut perubahan sosial di semua lapisan masyarakat,
kemajuan informasi dan teknologi global merambah negara maju dan negara sedang
berkembang termasuk Indonesia saat ini. Untuk mengimbangi perkembangan dan
kemajuan tersebut profil guru harus mampu melakukan seleksi aneka kecenderungan
siswa dalam mengarahkan proses belajar- mengajar pendidikan IPS. Guru IPS harus
pandai memanfaatkan sumber-sumber informasi dari media massa modern dan
peralatan teknologi pengajaran, tetapi tetap dalam koridor kurikulum yang
dipakai saat ini guru senantiasa mengikuti perkembangan dan perubahan –
perubahan yang terjadi.
Secara sadar atau tidak guru IPS ikut aktif dalam tatanan kerja masa
transisi yang sedang populer saat ini dalam kemajuan belajar melalui
Informasi Teknologi, paling tidak guru IPS harus dipertautkan kembali
dalam keterlibatan filosofis atau filsafat yang berkembang khususnya dalam
bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas ; pertama sikap
reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati dan takut kepada
pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah sikap paling
keranjingan atau mendukung pembaharuan. Dengan dua sikap
ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat menempati
salah satu empat titik utama yang terletak diantara dua ekstreminitas
tersebut.
N. Daldjoeni dalam buku beliau “Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial”
(1992 : 37 – 38) merincikan Empat Titik Utama secara filosofis bagi
kinerja guru IPS dalam melakukan seleksi diantara dua ekstreminitas
perkembangan dan perubahan zaman tersebut adalah sebagai berikut :
(a) Perenialisme; itu berdasarkan keyakinan adanya kebenaran
yang sifatnya abadi dan mutlak. Sehubungan dengan itu sekolah bertugas membantu
para siswa menemukan kebenaran-kebanaran itu. Faham ini berakar pada filsafat
Thomas Aquino.
(b) Esensialisme; berisi faham bahwa ada hakekat-hakekat minimum
tertentu yang harus dipertahankan sekolah. Hakekat tersebut dapat berubah-ubah
dalam rentangan zaman, tetapi untuk masa tertentu hakekat itu merupakan endapan
dari pengetahuan dan kebijaksanaan yang berasal dari masa lampau. Inilah yang
perelu diterimakan kepada generasi sekarang di sekolah.
(c) Progresivisme; beretalian dengan faham William James dan
John Dewey tentang faham ‘pragmatisme’, dimana penyelelidikan sesuatu
harus dilakukan secara ilmiah. Dalam hal itu sekolah merupakan pendahulunya.
(c) Rekonstruksionisme; meskip ini mirip dengan
Progresivisme, akan tetapi lebih maju lagi, karena secara konkrit ini lebih
mendekati tujuan yang diidamkan oleh progresivisme. Karena itu sekolah
diharapkan menjadi pelopor usaha pembaharuan masyarakat. Filsafat ini dari Theodore
Brameld.
D.
Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia
Istilah Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dalam sistem pendidikan di Indonesia baru dikenal
sejak lahirnya kurikulum tahun 1975. Sebelumnya, pembelajaran ilmu-ilmu sosial
untuk tingkat persekolahan menggunakan istilah yang berubah-rubah sesuai dengan
situasi politik pada masa itu. Pembaharuan kurikulum IPS di Indonesia
diantaranya:
1. Kurikulum
1964
Kurikulum
1964 menggunakan istilah Pendidikan Kemasyarakatan. Ada dua kelompok mata pelajaran,
ialah kelompok dasar yang terdiri atas Sejarah Indonesia, Bahasa Indonesia dan
Civics dan kelompok cipta yang terdiri atas Sejarah Dunia dan Geografi Dunia.
Dan kemudian digabungkan selanjutnya berubah menjadi Pendidikan Kewargaan
Negara yang merupakan korelasi dari ilmu bumi, sejarah dan pengetahuan
Kewargaan Negara.
2.
Kurikulum 1968
Pada tahun
1968 terjadi perubahan pengelompokkan mata pelajaran sebagai perubahan
orientasi pendidikan. Mata pelajaran disekolah dibedakan menjadi pendidikan
jiwa Pancasila, pembinaan pengetahuan dasar dan pembinaan kecakapan khusus.
3.
Kurikulum 1975
Pada tahun
1975, lahirlah kurikulum 1975 yang mengelompokkan tiga jenis pendidikan, yakni
pendidikan umum, pendidikan akademis dan pendidikan keahlian khusus. Dalam
kurikulum 1975 dikemukakan secara eksplisit istilah mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) yang merupakan fusi (perpaduan) dari mata pelajaran
sejarah, geografi dan ekonomi. Selain mata pelajaran IPS, Pendidikan
Kewarganegaraan dijadikan sebagai mata pelajaran tersendiri ialah Pendidikan
Moral Pancasila (PMP). Dalam kurikulum 1975, IPS termasuk kelompok pendidikan
akademis sedangkan PMP termasuk kelompok pendidikan umum. Namun IPS sebagai
pendidikan akademis mempunyai misi menyampaikan nilai-nilai berdasarkan
filsafat pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian mata pelajaran IPS pun
berfungsi dan mendukung tercapainya tujuan PMP.
4.
Kurikulum 1984
Menjelang
adanya perbaikan Kurikulum 1975, tahun 1980 muncul bidang studi PSPB, gagasan
dari Mendikbud mata pelajaran ini hampir sejenis dengan IPS Sejarah dan PMP.
Upaya perbaikan Kurikulum IPS 1975 (KYD) baru terwujud pada tahun 1984.
Kurikulum
IPS 1984 pada hakikatnya menyempurnakan atau memperbaiki kelemahan-kelemahan
Kurikulum 1975. Ditinjau dari segi pendekatan (metodologi) pembelajaran,
Kurikulum IPS1975 dan 1984 menggunakan pendekatan integrative dan structural
untuk IPS SMP dan pendekatan disiplin terpisah (separated disciplinary
approach) untuk SMA. Sedangkan pendekatan untuk IPS Sekolah Dasar (SD) lebih
mirip menggunakan integrative (integrated approach)
5.
Kurikulum 1994
Pada tahun
1994, terjadi lagi perubahan kurikulum IPS. Dalam Kurikulum 1994 dinyatakan
bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang
didasarkan pada bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata
negara, dan sejarah. Untuk IPS SD, bahan kajian pokok dibedakan atas dua
bagian, ialah pengetahuan sosial meliputi lingkungan sosial, ilmu bumi,
ekonomi, dan pemerintahan, sedangkan bahan kajian sejarah mencakup perkembangan
masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga kini. Ada perbedaan yang cukup
menonjol dalam kurikulum IPS Sekolah Dasar 1994 dibandingkan dengan Kurikulum
IPS sebelumnya, yakni dalam metode dan penilaian. Kurikulum IPS 1994 hanya memberikan
anjuran umum bahwa pelaksanaan proses belajar mengajar hendaknya para guru
menerapkan prinsip belajar aktif. Dari bunyi rambu-rambu yang terakhir ini,
menunjukkan bahwa Kurikulum IPS 1994 memberikan keleluasaan atau kekuasaan
otonom yang cukup besar.
6.
Kurikulum 2004
Memasuki
Abad 21 yang ditandai oleh perubahan mendasar dalam segala aspek kehidupan
khususnya perubahan dalam bidang politik, hukum, dan kondisi ekonomi telah
menimbulkan perubahan ekonomi yang sangat signifikan dalam sistem pendidikan di
Indonesia. Pada tahun 2003 disahkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang tersebut telah menimbulkan
dampak yang cukup signifikan terhadap perubahan sistem kurikulum di Indonesia.
Pada tahun 2004, pemerintah melakukan perubahan kurikulum kembali yang dikenal
dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Namun pengembangan kurikulum IPS
diusulkan menjadi Pengetahuan Sosial untuk merespon secara positif berbagai
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran Pengetahuan Sosial dengan
keadaan dan kebutuhan setempat
7.
Kurikulum 2006
Ketentuan tentang implikasi dari peraturan perundangan tersebut adalah
dikeluarkannya kebijakan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
beserta pedomannya dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan (SKL) dengan panduan KTSP yang dikeluarkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
tahun 2006 ini, antara IPS dan PKn dipisahkan kembali. Hal ini memperhatikan
berbagai masukan dan kritik ahli pendidikan nasional dan politik bangsa yaitu
perlunya pendidikan Kewarganegaraan Bangsa, maka antara IPS dan PKn meskipun
tujuan dan kajiannya adalah sama yaitu membentuk warga negara yang baik, maka
PKn tetap diajarkan sebagai mata pelajaran di sekolah secara terpisah dengan
IPS.
|
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan istilah atau nama Social Studies pertama kali
dimasukan secara resmi kedalam kurikulum sekolah Rugby
di Inggris pada tahun 1827, Dr. Thomas Arnold direktur
sekolah tersebut adalah orang pertama yang
berjasa memasukan Social Studies kedalam kurikulum sekolah.
Pada awal abad ke – 20 sebuah Komite Nasional dari The National
Education Assciation memberikan rekomendasi tentang perlunya social
studies dimasukan ke dalam kurikulum sekolah dasar dan sekolah menengah di
Amerika Serikat.
Pada tahun 1972 – 1973 sudah pernah dilakukan uji coba pertama konsep IPS
masuk dipersekolahan Indonesia diterapkan pada kurikulum proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) IKIP Bandung. Kemudian secara resmi dalam kurikulum
1975 program pendidikan tentang masalah sosial dipandang tidak cukup diajarkan
melalui pelajaran sejarah dan geografi saja, sehingga dilakukan reeduksi mata
pelajaran mulai tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas saat itu
dimasukan mata pelajaran ilmu social serumpun atau sejenis digabung ke dalam
mata pelajaran IPS. Oleh karena itu perberlakuan istilah IPS (social
studies) dalam kurikulum 1975 dapat dikatakan sebagai kelahiran IPS secara
resmi di Indonesia.
|
Pembenahan kurikulum ini didorong oleh amanat GBHN 1988 intinya antara
lain a) perlunya diteruskan upaya peningkatan mutu pendidikan di berbagai jenis
dan jenjang pendidikan; (b) perlunya persiapan perluasan wajib belajar
pendidikan dasar dari enam tahun menjadi sembilan tahun dan (c) perlunya segera
dilahirkan undang-undang yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Secara teoritis terdapat beberapa pandangan filosofis kurikulum, Landasan
Filosofis sebagaimana dipaparkan dalam “Naskah Akademik Kajian Kebijakan
Kurikulum Mata Pelajaran IPS ” Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
Kurikulum Tahun 2007, Depdiknas RI dirincikan sebagai berikut berikut :
pertama; Esensialisme; adalah aliran yang menggariskan bahwa
kurikulum harus menekankan pada penguasaan ilmu Tujuan dari aliran esensialisme
adalah menciptakan intelektualisme Sekolah yang baik dalam pandangan
filsafat esensialisme adalah sekolah yang mampu mengembangkan
intelektualisme siswa. kedua Perenialsme; adalah aliran yang
memandang , bahwa sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan adalah kepemilikan
atas prinsip-prinsip tentang kenyataan, kebenaran dan nilai yang abadi, serta
tidak terkait oleh ruang dan waktu. Dalam pandangan aliran Perenialisme
kurikulum akan menjadi sangat ideologis karena dengan pandangan-pandangan ini
menjadikan siswa atau peserta didik sebagai warga Negara yang memiliki
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diinginkan oleh Negara. Ketiga; Progresivisme;
adalah aliran ini memandang bahwa sekolah memiliki tujuan yakni kecerdasan yang
praktis dan membuat siswa lebih efektif dalam memecahkan berbagai masalah yang
disajikan oleh guru atau pendidik. Keempat; Rekonstruksionisme; adalah
aliran ini berpendapat bahwa sekolah harus diarahkan kepada pencapaian
tatanan demokrasi yang mendunia.
B. Saran – Saran
Guru IPS harus berperan aktif dalam tatanan kerja dimana saat ini
sedang dalam kemajuan belajar melalui Informasi Teknologi, paling
tidak guru IPS harus dipertautkan kembali dalam keterlibatan filosofis atau filsafat
yang berkembang khususnya dalam bidang pendidikan. Ada dua aliran filsafat ekstreminitas
; pertama sikap reaksioner ; adalah aliran yang paling hati-hati
dan takut kepada pembaharuan; dan kedua sikap Radikal ;adalah
sikap paling keranjingan atau mendukung pembaharuan. Dengan dua
sikap ekstreminitas diatas, maka guru IPS dalam pendekatan pribadi dapat
menempati salah satu titik utama yang terletak diantara dua
ekstreminitas tersebut.
Agar jangan sampai dinilai oleh siswa sebagai guru yang kolot dan
ketinggalan, sebaiknya guru atau pengajar harus banyak belajar seiring dengan
kemajuan Informasi dan teknologi, karena perkembangan informasi Global membuka
seluas-luasnya pelajaran di dunia maya, internet dan media massa, paling tidak
guru mampu mengimbangi proses-belajar mengajar dengan memanfaatkan
peralatan teknologi sebagai alat pengajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Buchari Alma, 2007, Apa dan Bagaimana Studi Sosial Diajarkan,
Makalah pada Seminar Revitalisasi Ilmu Pengetahuan Sosial dalam Perspektif
Global, 21 Novwmbwr 2007, Bandung: Program Studi PIPS Sekolah Pascasarjana UPI
Dipdiknas, 2006, Panduan Pengembangan Silabus Mata Pelajaran IPS SMP/Mts,
Jakarta: Direktorat Pembinaan SMP.
Numan Somantri, M. (2001). Menggagas
Pembaharuan Pendidikan IPS,
Bandung: Rosda Karya.
Rachman, Maman. 2000. Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi
Pendidikan Nilai Bagi Generasi Muda Bangsa. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.
Tahun Ke-7
Samsuri, 2009. “Mengapa Perlu Pendidikan Karakter”, Makalah, disajikan pada
Samsuri, 2009. “Mengapa Perlu Pendidikan Karakter”, Makalah, disajikan pada
workshop tentang Pendidikan Karakter
oleh FISE UNY. Yogyakarta.
Sardiman AM., (2006). ”
Pengembangan Kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia:
Sebuah Alternatif”, Makalah,
Disampaikan pada Seminar Internasional HISPISI
dengan tema: Komparasi
Pendidikan IPS Antarbangsa, di Semarang, 7-8 Januari
2006.
Soemarno Soedarsono, 2009.
Karakter Mengantarkan Bangsa dari Gelab Menuju
Terang. Jakarta: Kompas
Gramedia.
Wayan Lasmawan, 2009.
”Merekonstruksi Ke-IPS-an Berdasarkan Paradigma
Teknohumanistik”, Makalah,
disajikan pada Seminar tentang Pendidikan IPS oleh FIS Undiksa.
.---------
Undang-undang Republik Indonesia,No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Penjelasannya, Pen. CV Aneka
Ilmu, cet. 1 tahun 2003
|
Puji syukur kehadirat allah
SWT yang telah memeberikan rahmat dan karunianya kepada kita semuanya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “Kurikulum
Pendidikan IPS dalam Sistem Pendididikan Nasional” makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Kurikulum Pendidikan IPS.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik moril maupun materil dalam
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, dan penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun sehingga adanya kesempurnaan di masa yang akan dating.
Mudah – mudahan makalah ini dapat bermanfaatkan bagi pelaksanaan pembelajaran
IPS khususnya dan pendidikan pada umumnya.
Jakarta, Desember 2012
Penulis
|
|
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….i
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………....ii
BAB
I. PENDAHULUAN………………………………………………………...1
A.
Latar Belakang Masalah…………………………………………………...1
B.
Rumusan
Masalah……………………………………................................3
C.
Tujuan Pembuatan
Makalah….………………………................................3
D.
Sistematika
Pembahasan…………………………………………………..3
BAB
II. PEMBAHASAN……...………………………………………………….4
A. Perkembangan Pendidikan Ips
Di Indonesia……………..............…4
B. Sejarah Perkembangan Kurikulum Pendidikan
IPS di Indonesia.......6
C. Landasan filosofis
pendidikan ips dalam kurikulum Pendidikan diIndonesia……………...............................…………………………..8
D. Upaya Pembaharuan Pendidikan IPS di Indonesia...........................15
BAB
V PENUTUP…………………………….………………………..............18
A.
Kesimpulan………………………………………………………18
B.
Saran-saran……………………………………………………….20
C.
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..
.21
DAFTAR
RIWAYAT HIDUP
|
|
Nama : MAD YANI
Tempat Tanggal Lahir : Serang, 11 Juni 1982
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Alamat : Kp. Priyayi Tegal
Rt/Rw 03/01 Ds. Mesjid Priyayi
Kecamatan Kasemen Kota Serang
No. HP : 081911139725
Riwayat Pendidikan
1.
SDN Kendayakan Kecmatan Kragilan
Lulus 1996
2.
SMPN 1 Kragilan Kabupaten Serang
Lulus 1999
3.
SMUN 1 Pontang Kabupaten Serang
Lulus 2002
4.
D2 PGSD Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) Lulus 2005
5.
S1 PGSD Universitas Pendidikan
Indonesia (UPI) Lulus 2008
6.
S2 UNINDRA PGRI JAKARTA Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
Pengalaman Mengajar
1.
Guru TKBM Lukmanul Hakim / SMPTN 5
Serang
2.
Guru SDN Cibomo Kecamatan Kasemen
dari tahun 2005 S/d tahun 2009
3.
Guru Bimbel Language Centre (LC)
Serang Tahun 2007 S/d 2008
4.
Guru Bimbel ALPATH Tahun 2008
5.
Guru SDN Umbul Kapuk Tahun 2009
Sampai Sekarang
6.
Guru/STAF Bimbel GAMA UI Tahun 2012 samapi Sekarang
7.
Dosen STKIP ARRAHMANIAH POKJAR Kragilan
Serang tahun 2012 samapi sekarang
Pengalaman Organisasi
1.
OSIS SMUN 1 Pontang sebagai
Sekretaris
2.
BEM UPI Kampus Serang sebagai
Ketua Biro Kerohanian
3.
Gerakan Pramuka UPI Kampus Serang
sebagai Sekretaris
4.
Gerakan Mahasiswa Peduli Masjid
(GMPM) UPI sebagai Ketua Biro Kewirausahaan
5.
Himpunan Mahasiswa Serang (HAMAS)
Komisariat UPI sebagai Sekretaris
6.
PGRI Kecamatan Taktakan Kota
Serang sebagai anggota
7. KOPRASI SEGUT Kecaamatan Taktakan Kota
Serang sebagai anggota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar